Mengejutkan, Alat Rapid Test China Bikin Orang Negatif Jadi Positif COVID-19
KENDARI, TELISIK.ID - Sebelumnya dilaporkan, ratusan orang di Bali
dinyatakan positif COVID-19, dengan hasil rapid test yang reaktif.
Namun
kemudian terbantahkan dengan hasil tes swab PCR yang lebih valid. Warga
di dusun Banjar Seroka dan di Desa Abuan, Bangli, Bali menguji cepat
warganya. Keluar hasil rapid test 443 orang positif.
Alhasil,
Pemprov Bali melakukan isolasi satu dusun. Ada 1.210 orang warga di
Banjar Serokadan. Namun setelah diuji ulang dengan tes PCR, 275 orang
malah dinyatakan negatif.
Belakangan diketahui warga Desa Abuan dites dengan alat rapid test
bermerek VivaDiag. Alat tes itu merupakan buatan China yang diimpor PT
Kirana Jaya Lestari.
Kepala Dinas Kesehatan Bali Ketut Suarjaya
mengatakan bahwa, pihaknya memberi alat rapid test Corona COVID-19
tersebut. Bahkan ada 4.000 unit.
"Sementara ini rapid test tersebut kami tarik dan diganti dengan yang lain," katanya dikutip vivanews.com.
Alat tes itu untuk sementara tak lagi digunakan. Alat swab merek Vivadiag tersebut tengah diperiksa oleh Kementerian Kesehatan.
Bahwa
adanya perbedaan hasil tes cepat itu akan ditunjukkan dari pemeriksaan
yang dilakukan Kemenkes. Menurut dia, merek VivaDiag sendiri ada dalam
daftar yang dicantumkan resmi oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan
COVID-19. Belakangan muncul bantahan soal alat tes itu tercantum resmi.
VivaDiag
menjadi salah satu alat test yang direkomendasikan oleh BNPB. Dalam
daftar rekomendasi rapid diagnostic test (RDT) antibodi Corona COVID-19
per 21 April 2020. Merek VivaDiag berada pada urutan ke-13.
Alat
tes tersebut diproduksi oleh VivaChek Biotech (Hangzhou) Co.Ltd dan
diimpor oleh PT Kirana Jaya Lestari. Bahkan PT Kirana Jaya Lestari
mendapatkan rekomendasi pembebasan bea masuk dan pajak impor pada akhir
Maret 2020.
Baca juga: Satu PDP Rapid Tes Positif Meninggal Dunia
Di
Eropa sendiri, alat yang berasal dari China kebanyakan diragukan
keakuratannya beberapa alat uji China yang dipasarkan di luar negeri,
yang dijual tanpa persetujuan China. Kemudian, dipertanyakan oleh
otoritas kesehatan Eropa.
Spanyol menarik sejumlah alat uji cepat
yang dibuat oleh perusahaan diagnostik China Shenzhen Bioeasy
Biotechnology setelah produk tersebut ditemukan memiliki sensitivitas
rendah, yang berarti mereka tidak dapat mendeteksi infeksi secara
memadai.
Bioeasy membantah dan menjelaskan jika pembacaan yang
tidak akurat bisa jadi karena sampel tidak dikumpulkan dan diproses
dengan benar. Dalam pernyataan itu, Bioeasy mengatakan gagal
berkomunikasi secara memadai dengan klien tentang cara menggunakan alat
uji itu.
Berbeda dengan India, terpaksa membatalkan pesanan alat
uji cepat (rapid test) COVID-19 dari China setelah ditemukan alat yang
rusak. India juga menarik perlengkapan uji cepat virus yang sudah
digunakan di beberapa negara bagian.
Dikutip
dari laman BBC News, alat uji cepat COVID-19 ini disinyalir dapat
mendeteksi antibodi dalam darah yang mungkin terinfeksi virus tersebut
dengan waktu sekitar 30 menit untuk melihat hasilnya.
Tentu tes tersebut dapat membantu pihak petugas untuk cepat memahami skala infeksi di wilayah tertentu.
Namun,
menurut banyak ilmuwan, rapid test tersebut tidak dapat menguji virus
Corona dalam tubuh atau digunakan untuk mendiagnosis COVID-19 pada
pasien. Kit tes tersebut juga juga gagal dalam pemeriksaan kualitas oleh
Dewan Penelitian Medis India (ICMR).
Sebelumnya, negara bagian di
India mendorong ICMR untuk mengizinkan pengujian dengan kit uji cepat
COVID-19. ICMR yang awalnya menolak, akhirnya membuka jalan dengan
mengimpor kit dari dua perusahaan China.
Sayangnya, setelah diimpor, kit uji cepat COVID-19 hanya memiliki tingkat akurasi sekitar 5 persen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar